Hubungan Internasional Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi nonpemerintah, kesatuan substansional (kelompok-kelompok atau badan-badan dalam suatu negara), seperti birokrasi dan pemerintah domestik, serta individu-individu. Dalam hubunngan internasional terdapat berbagai pola hubungan antar bangsa seperti : pola penjajahan, pola hubungan ketergantungan, pola hubungan sama derajat antarbangsa. Memiliki arti penting serta sarana hubungan internasional.hubungan yang dapat mengikat dua atau beberapa pihah telah dibuat dalam bententuk aturan yangharus diditaati oleh semua pihak yang mengadakan hubungan dan kerja sama internasional. Ketentuan ini disebut Pacta Sunt Servanda.
Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi kerjasama internasional Bangsa bangsa di dunia sudah lama melakukan hubungan kerjasama dengan bangsa lain. Ketentuan atas karena perjanjian internasional akan mengakibatkan hukum yang  juga sekaligus akan menjalani kepastian hukum pada perjanjian internasianal hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antar subjek-subjek hukum internasional.
Dari sebagian masyarakat dunia, bangsa Indonesia selalu melakukan hubungan dengan bangsa lainnya. Dalam menjalin hubungan dengan bangsa lain, kita menetapkan politik luar negeri yang "bebas" dan "aktif". Politik luar negeri bebas aktif ini mulai dicanangkan sejak awal merdeka.
Bebas artinya bahwa bangsa Indonesia bebas menjalin hubungan dan kerja sama dengan bangsa mana pun di dunia ini. Bangsa kita tidak membatasi hubungan dengan negara-negara barat saja, juga tidak membatasi dengan bangsa-bangsa timur saja. Indonesia menjalin hubungan dengan semua bangsa di dunia.
Aktif artinya bahwa bangsa Indonesia selalu berusaha secara aktif dalam usaha menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif berdasar pada landasan konstitusional, yakni tercantum pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan pasal 11 UUD 1945. Dalam perkembangan sejarah bangsa Indonesia, pada masa orde lama  (tahun 1959 - 1965) pernah terjadi penyimpangan terhadap politik luar negeri yang bebas dan aktif ini. Saat itu bangsa Indonesia cenderung mengeblok ke Rusia (timur). Pada waktu itu, politik luar negeri Indonesia berporos Jakarta - Pyongyang - Peking.
Sebagai salah satu perwujudan politik luar negeri yang bebas aktif, bangsa Indonesia pernah menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 dan juga membentuk Gerakan Non Blok bersama beberapa negara Asia Afrika lainnya.          
1.1              Latar Belakang Masalah
Pada  umumnya, negara yang telah merdeka dan bedaulat penuh akan mengadakan hubungan dengan negara lain. Setiap negara memiliki perbedaan masyarakat, struktur pemerintah, kepentingan nasional dan perbedaan-perbedaan lainnya. Namun, perbedaan tersebut biasanya menimbulkan suatu kebutuhan yang menyebabkan adanya hubungan internasional. Bahkan tidak bisa dipungkiri bahwa suatu negara yang tidak dapat menjalin hubungan internasional dengan negara lain akan sulit untuk mempertahankan kedaulatannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan internasional diperlukan karena suatu negara memiliki ketergantungan dengan negara lain dalam hal memenuhi semua kebutuhan dan menjaga kedaulatan negaranya. Pada makalah ini akan dibahas beberapa hal mengenai hubungan hubungan internasional yang meliputi hal hal yang melatarbelakangi timbulnya hubungan internasional, kebijakan yang dilakukan Indonesia dalam politik luar negeri dan sengketa sengketa internasional serta berbagai aspeknya.
1.2              Rumusan Masalah
Perumusan Masalahnya meliputi :
1.      Bagaimana Latar Belakang Munculnya Hubungan Internasional?
2.      Apa saja Makna Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia?
3.      Jelaskan Pengertian Sengeketa Internasional dan Berbagai aspeknya ?



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Latar Belakang Munculnya Hubungan Internasional
Faktor penyebab terjadinya hubungan internasional adalah kekayaan alam dan perkembangan industri yang tidak merata. Setiap negara memiliki sumber kekuatanyang berbeda. Mungkian ada negara yang kaya akan sumber daya alam, ada pula negara yang banyak jumlah penduduknya,sementara negara lain mengandalkan berlimpahnya jumlah ilmuwan. Hal tersebut mendorong kerjasama antar negara dan antar individu yang tunduk pada hukum yang dianut negaranya masing-masing. Hubungan Internasional merupakan hubungan antarnegara atau antar individu dari negara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut baik dalam hubungan politis, budaya, ekonomi ataupun kumham.
Kerjasama ini tidak hanya diperlukan oleh bangsa atau negara yang berkembang. Akan tetapi, juga negara-negara besar dan maju. Hubungan internasional Indonesia dengan negara lain dilandasi oleh persamaan derajat dan didasarkan pada kemajuan serta persetujuan dari beberapa atau semua negara.
Beberapa faktor yang ikut menentukan dalam proses hubungan internasional, baik secara bilateral maupun multilateral, antara lain adalah kekuatan nasional, jumlah penduduk, sumber daya, dan letak geografis. Jika suatu negara memiliki kekuatan empat faktor tersebut, maka negara tersebut relatif lebih longgar untuk mengadakan hubungan internasional. Namun, jika empat faktor kekuatan tersebut lemah, maka suatu negara akan sangat membutuhkan hubungan internasional.
Dalam kenyataan, tidak ada negara yang tidak membutuhkan hubungan dengan negara lain. Bahkan negara-negara industry majupun membutuhkan negara-negara lainyang belum maju untuk memasarkan produk-produk mereka. Tidak jarang bahkan negara industry maju membutuhkan bahan mentah yang mungkin lebih banyak dimiliki negara yang sedang berkembang.
Dewasa ini, dengan semakin majunya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, hampir semua negara telah mengadakan hubungan kerjasama dalam lingkup internasional. Tetapi, harus diakui bahwa pertumbuhan ekonomi di antara berbagian negara tidak berimbang. Ada negara yang sudah sangat maju, sementara sebagian lainnya berusaha untuk mengembangkan ekonominya.
1.      Manusa adalah mahluk sosial sehingga memiliki kecenderungan untuk bergaul dan bekerjasama dengan manusia lainnya. Kecenderungan untuk berkelompok  dan bekerjasama manusia lainnya juga didorong oleh naluri untuk memenuhi kebutuhannya baik secara lahirian maupun batiniah.
2.      Sebagai bangsa, manusua tak mungkin hidup tanpa menjalin hubungan dengan bangsa lain.
3.      Lahirnya era keterbukaan lahirnya era globalisasi, yang imbasnya adalah:
a.       Hubungan antarbangsa makin erat karena pada era ini kemajuan teknologi informasi makin pesat, sehingga hubungan antar warga dunia tak dapat dibatasi oleh apa pun.
b.      Ketergantungan antar warga makin tinggi, sehingga kebijakan demostik suatu negara (bangsa) tak bias dilepaskan begitu saja dari pertimbangan pandangan internasional.
c.       Karena ketergantungan antarnegara makin tinggi serta hubungan makin erat, maka tidak dapat dihindari efek negatifnya, yaitu gesekan kepentingan antarn negara yang satu dan negara yang lainnya. Untuk itu, perlu diadakan hubungan internasional guna menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan menentukan pola hubungan yang jelas.
d.      Bangsa Indonesia perlu menetapkan pola hubungan dengan bangsa lain dengan landasan yang kokoh baik landasan formal maupun material, sehingga kepentingan nasional tetap dikedepankan. Dengan demikian, dalam percaturan internasional, bangsa kita tetep kokoh dan tidak mudah  terombang-ambing serta menjadi subjek dan bukan menjado objek.
Selain faktor-faktor tersebut asal mula dari ilmu Hubungan Internasional sebenarnya juga dimulai saat pecahnya perang dunia I (1914-1918), perang yang begitu mengerikan hingga membuat orang percaya bahwa itu adalah perang untuk mengakhiri segala peperangan sebelumnya. Kerusakan dan kehancuran, usaha fisik dan ekonomi diperluas melalui pembunuhan dan pembantaian mengerikan dari seluruh generasi (terutama kaum muda) dalam skala yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Studi ilmu Hubungan Internasional muncul karena keyakinan bahwa perang adalah masalah terburuk yang pernah dihadapi umat manusia dan sesuatu yang harus diakhiri untuk memastikan tidak adanya lagi “kehilangan generasi”.
Pada saat pecahnya perang dunia ke II para pakar ilmu Hubungan Internasional terus berlanjut untuk fokus pada asal muasal hubungan internasional atau antar negara, dalam usahanya untuk memahami penyebab pecahnya perang. Setelah konflik tersebut ada beberapa usaha yang diperbaharui untuk mencapai perdamaian dunia. Ditandai dengan lahirnya PBB pada tahun 1945.
Pada masa yang penuh pengawasan ini, banyak negarawan membentuk pandangan bahwa menghilangkan perang sangatlah tidak mungkin. Lalu mereka lebih memilih untuk berfokus pada bagaimana cara untuk membatasi dan mengontrol konflik global.
2.2   Makna Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia
Suatu bangsa yang merdeka tidak dengan serta merta dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya dan mempertahankan kemerdekaannya, negara tersebut membutuhkan dukungan dari negara lain. Nah, untuk mendapatkan dukungan tersebut, suatu negara harus mengadakan hubungan yang baik dengan negara lain. Misalnya, ketika awal berdirinya negara Kesatuan republik Indonesia, untuk memperoleh pengakuan dan dukungan dari negara lain terhadap kemerdekaannya, para pendiri negara kita mengadakan hubungan dengan Australia, Amerika Serikat, Belgia, Mesir dan sebagainya. Alhasil,negara kita dapat berdiri dengan tegak dan mempertahankan kemerdekaanya sampai sekarang.
Hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari kebijakan politik luar negeri suatu negara termasuk Indonesia, perlu dipahamami dulu definisi atau pengertian dari politik luar negeri seperti di bawah ini:
1.      Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam berhubungan dengan negara lain.
2.      Politik luar negeri merupakan kumpulan kebijaksanaan atau setiap yang ditetapkan oleh suatu negara untuk mengatur hubungan dengan negara lain untuk yang ditujukan untuk kepentingan nasional.
3.      Politik luar negeri merupakan penjabaran dari politik nasional, sedangkan politik nasional merupakan penjabaran untuk dari kepentingan nasional atau tujuan negara yang bersangkutan.
Jadi, pada dasarnya politik luar negeri merupakan  strategi untuk melaksanakan kepentingan nasional atau tujuan negara yang ada kaitannya dengan negara lain.
Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 1999 dijelaskan bahwa Politik Luar Negeri adalah Kebijakan, Sikap dan langkah Pemerintah Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan Negara lain, Organisasi Internasional, dan subjek hukum internasional lain dalam menghadapi masalah internasional untuk mencapai tujuan nasional. Disini ditegaskan pula bahwa hubungan luar negeri dan politik luar negeri didasarkan pada Pancasila, UUD 1945 dan GBHN, bahwa politik negeri Indonesia adalah Bebas Aktif yang diabdikan demi kepentingan nasional.Diplomasi juga harus bersifat kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekadar rutin dan reaktif, teguh dalam berpendirian, serta rasional dan luwes dalam perdebatan.
Dalam sejarah bangsa Indonesia, sejak tanggal 2 September 1948, Pemerintah Indonesia mengambil haluan bebas aktif untuk politik luar negerinya. Dalam siding Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Pemerintah Indonesia menyampaikan sikap politik luar negeri Indonesia seperti berikut. Sikap pemerintah tersebut dipertegas lagi oleh kebijakan politik luar negeri Indonesia yang antara lain dikemukakan oleh Drs. Moh. Hatta. Ia mengatakan,bahwa tujuan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut:
a.       Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara;
b.      Memperoleh barang-barang dari luar untuk memperbesar kemakmuran rakyat, apabila barang-barang itu tidak atau belum dapat dihasilkan sendiri;
c.       Meningkatkan perdamaian internasional, karena hanya dalam keadaan damai Indonesia dapat membangun dan syarat-syarat yang diperlukan untuk memperbesar kemakmuran rakyat;
d.      Meningkatkan persaudaraan segala bangsa sebagai cita-cita yang tersimpul dalam Pancasila, dasar dan falsafah negara Indonesia.
Politik yang bebas aktif, bebas berarti bahwa bangsa Indonesia bebas menentukan dan berhubungan dengan negara mana pun. Kita tidak membatasi hubungan dengan bangsa-bangsa Eropa saja atau dengan bangsa Timur saja. Kita berhubungan dengan semua bangsa di dunia. Aktif, artinya bahwa bangsa Indonesia turut aktif dalam menciptakan perdamaian dunia. Perwujudannya, bahwa bangsa Indonesia akan berusaha untuk membantu negara-negara yang terjajah agar terbebas dari penjajahan, tidak mau menjajah bangsa lain, dan selalu mengutamakan jalan pemecahan dengan cara damai terhadap setiap konflik yang terjadi.
1.      Tujuan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia
Apabila kita simpulkan dari uraian di atas, tujuan politik luar negeri Indonesia bebas aktif ialah:
a.       Untuk menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan kemerdekaan bangsa;
b.      Ikut serta menciptakan perdamaian dunia internasional, sebab hanya dalam keadaan damai kita dapat memenuhi kesejahteraan rakyat;
c.       Menggalang persaudaraan antarbangsa sebagai realisasi dari semangat Pancasila.
Dalam menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, bangsa Indonseia menjalankan prinsip-prinsip berikut:
a.       Negara Indonesia menjalankan politik damai, dalam arti bangsa Indonesia bersama-sama dengan masyarakat bangsa-bangsa lain di dunia ingin menegakkan perdamaian dunia;
b.      Negara Indonesia ingin bersahabat dengan negara-negara lain atas dasar saling menghargai dan tidak akan mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Indonesia menjalankan politik bertetangga baik dengan semua negara di dunia.
c.       Negara Indonesia menjunjung tinggi sendi-sendi hukum internasional;
d.      Indonesia membantu pelaksanaan keadilan sosial internasional dengan berpedoman kepada Piagam PBB.
2.      Landasan Politik Luar Negeri Indonesia
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif memilki landasan yang kuat dan kokoh. Landasan tersebut tercantum pada alinea pertama dan keempat Pembukaan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 serta pasal 11 UUD 1945. Dalam alinea pertama disebutkan, " penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." Sedangkan dalam alinea keempat dinyatakan, " ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial " Pasal 11 ayat 1 UUD 1945 berbunyi, "Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain."
Selain landasan tersebut, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia bebas aktif juga berdasar pada Keterangan Pemerintah di depan sidang BP-KNIP tanggal 2 September 1948. Politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif tetap diabdikan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Secara sosial bangsa Indonesia menghendaki kehidupan yang damai dengan semua negara di dunia. Sebab itu, kita tidak hanya menjalin kerjasama dengan negara-negara tertentu saja. Kita terbuka terhadap semua bangsa dan negara dalam menjalin kerjasama.
Secara kejiwaan, apabila bangsa kita membatasi diri hanya dengan negaranegara tertentu saja, maka dapat menyebabkan bangsa kita terkucil oleh salah satu kelompok. Karena alasan itu juga, bangsa Indonesia menentukan haluan politik luar negeri yang bebas aktif. Bebas artinya dalam menjalin hubungan internasional tidak dibatasi pada negara-negara tertentu saja. Aktif artinya, bangsa kita tak mau tinggal diam dalam upaya menciptakan perdamaian dan keamanan internasional.
3.      Pelaksanaan Politik Luar Negeri Bebas Aktif pada Masa Orde Lama
Pada masa orde lama (Demokrasi Terpimpin), politik luar negeri Indonesia pernah belok ke arah negara-negara Eropa Timur atau Uni Sovyet, dan memusuhi negara-negara eropa. Hal ini disebabkan oleh dua faktor penting, yaitu:
a.       Faktor dari dalam negeri (intern), yaitu karena dominannya (besarnya pengaruh) Partai Komunis Indonesia (PKI) menguasai kehidupan politik Indonesia;
b.      Faktor dari luar negeri (ekstern), yaitu kurang simpatiknya bangsa eropa dan Amerika dalam menghadapi berbagai persoalan di negara Indonesia.
Dengan dua alasan itu, pemerintah Indonesia akhirnya membelokkan haluan politiknya ke arah timur (Uni Sovyet). Indonesia mengambil haluan politik luar negeri dengan membentuk Poros Jakarta - Hanoi - Phnom Penh - Peking - Pyongyang.
Dianutnya politik luar negeri yang cenderung condong ke Sovyet menyebabkan perubahan kehidupan sosial politik bangsa Indonesia. Partai Komunis Indonesia (PKI) berkembang dengan leluasa. Partai-partai politik lain dibubarkan satu per satu, sehingga dalam negara hanya ada satu partai, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Puncaknya terjadilah peristiwa G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965.
Faktor penting yang ikut menentukan perumusan politik luar negeri Indonesia :
a.       Posisi Geografis, adanya posisi silang, antara dua samudra dan dua benua
b.      Penduduk, jumlah penduduk yang besar dan potensial sebagai tenaga yang efektif akan menjadi modal dasar pembangunan.
c.       Kekayaan Alam, kekayaan alam yang kita miliki harus dikelola dengan baik
d.      Militer,  TNI sebagai kekuatan pertahanan senantiasa ditingkatkan profesionalitasnya
e.       Perkembangan situasi Internasional, adanya kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang, konflik regional, konfik internasional dsb.
f.        Kualitas Diplomasi, bagaimana mempersiapkan, merekrut dan mendidik tenaga diplomat yang handal dan profesional sehingga dapat melindungi kepentingan nasional dan dapat mewakili Indonesia di forum-forum internasional
2.3 Sengketa Internasional dan Berbagai Aspeknya
2.3.1  Pengertian Sengketa Internasional
Sengketa internasional adalah suatu perselisihan antara subjek-subjek hukum internasional mengenai fakta, hukum atau politik dimana tuntutan atau pernyataan satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lainnya.
2.3.2  Penyebab Sengketa Internasional
Sengketa Internasional disebut dengan perselisihan yang terjadi antara Negara dan Negara, Negara dengan individu atau Negara dengan badan-badan / lembaga yang menjadi subjek internasional. Sengketa tersebut terjadi karena berbagai sebab, antara lain:
1.      Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian Internasional.
2.      Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional.
3.      Perebutan sumber-sumber ekonomi
4.      Perebutan pengaruh ekonomi
5.      Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain
6.      Perluasan pengaruh politik& ideologi terhadap negara lain
7.      Adanya perbedaan kepentingan
8.      Penghina terhadap harga diri bangsa
9.      Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang banyak yang belum tersele-saikan melalui mekanisme perundingan (bilateral)
10.  Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawa-san ini, maupun dari luar kawasan.
11.  Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman antar negara bertetangga.
Penyebab timbulnya sengketa Internasional meliputi berbagai bidang sebagai berikut :
a.       Bidang Politik
Sejak berakhirnya perang dingin, sistem bipolar (perkembangan kekuatan antara dua negara adidaya yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet) berubah. Tahun 1945 dengan munculnya dua block kekuatan besar yaitu blok Barat dan Blok Timur dengan pakta pertahanan NATO dibawah pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa dipimpin Oleh Uni Soviet yang berakhir dengan kejayaan pakta pertahanan NATO mengubah dunia secara drastis.
b.      Batas Wilayah (laut teritorial dan daratan)
Ketidakjelasan batas wilayah perbatasan, baik darat maupun laut, dengan wilayah negara lain merupakan salah satu penyebab munculnya sengketa Internasional. Salah satu contoh ketidakjelasan batas laut teritorial misalnya antara Indonesia dan Malaysia terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan (di Kalimantan). Sengketa tersebut diserahkan ke Mahkamah Internasional, hingga akhirnya pada tahun 2003 sengketa tersebut dimenangkan oleh Malaysia.
c.       Bidang Ekonomi
Adanya perbedaan kepentingan dan ketidakcocokan antara industri, contohnya ekonomi Jepang dan Amerika Serikat. Amerika mengatakan bahwa Jepang adalah masyarakat industri yang berbeda dengan negara-negara Barat karena Jepang tidak mau memedulikan konsumsi rakyatnya, tetapi menguasai ekonomi dunia dengan cara merkantilisme atau menguasai perdagangan dan menitikberatkan dirinya sebagai masyarakat produsen.
2.3.3  Masalah-Masalah Internasional
Masalah internasional adalah masalah yang timbul dalam hubungan antarnegara yang diatur dalam hukum internasional. Masalah Internasional, antara lain sebagai berikut :
a.       Intervensi
Intervensi adalah tindakan suatu negara untuk mencampuri urusan negara lain, intervensi bertentangan dengan hukum internasional bila:
1)      Campur tangan tersebut bertentangan dengan kehendak negara yang dicampuri,
2)      Campur tangan tersebut mengganggu kemerdekaan politik negara yang dicampuri.
b.      Penyerahan (ekstradisi)
Ekstradisi adalah penyerahan seseorang yang dituduh melakukan tindakan pidana atau sudah dijatuhi hukuman oleh suatu negara, dan bersembunyi atau melarikan diri ke negara lain untuk dikembalikan ke negara asal. Orang yang dapat di ekstradisi adalah:
1)      Warga negaranya sendiri,
2)      Warga negara dari negara yang telah memiliki perjanjian ekstradisi.
c.       Suaka (asylum)
Suaka adalah perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada warga negara dari negara lain. Pemberian suaka didasarkan dua pertimbangan, yaitu pertimbangan kemanusiaan dan pertimbangan politik. Pemberian suaka ini biasanya akan membentuk hubungan antara negara yang memberikan suaka dengan negara yang warga negaranya mendapat suaka.
d.      Hukum Netralitas
Netralitas adalah sikap suatu negara yang tidak turut berperang dan tidak ikut dalam permusuhan.
Menurut Grotius ada dua prinsip umum nertralitas, yaitu sebagai berikut:
1)      Negera netral tidak boleh berbuat sesuatu yang dapat memperkuat pihak-pihak yang berperang, sedangkan yang berperang berdasarkan alasan perang yang tidak adil. Di samping itu, negara netral tidak boleh menghalang-halang gerakan pihak berperang yang alasan perangnya adalah adil.
2)      Jika sulit menentukan adil atau tidaknya suatu perang, maka negara netral harus memperlakukan pihak-pihak berperang secara sama.



BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Komunikasi Internaional Indonesia dengan Negara-negara ASEAN
a.      Kerjasama Indonesia dan Malaysia
Diberitakan bahwa negara Indonesia dan Malaysia menandatangani MoU kerja sama di bidang pertanian membahas ketahanan pangan. Menteri Pertanian Indonesia Anton Apriyantono dan Menteri Pertanian dan Industri Berbasis Pertanian Malaysia menandatangani MoU kerja sama di Kuala Lumpur.
Tujuan kerja sama itu untuk memperkuat, mempromosikan, dan mengembangkan kerja sama bilateral antara dua negara berbasiskan saling menguntungkan di bidang makanan, hortikultura, peternakan, agrobisnis, dan bidang lainnya yang disetujui kedua belah pihak. Indonesia dan Malaysia memandang perlunya peningkatan kerjasama di bidang perdagangan, investasi dan energi, termasuk kerjasama sub regional melibatkan kerjasama dalam kerangka segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura dan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMS dan IMT-GT).
Di masa datang, kerjasama bidang perdagangan, investasi dan energi diharapkan bisa lebih berkembang lagi sekaligus meningkatkan perekonomian kedua negara serta membuka lapangan kerja yang memang dibutuhkan untuk mengurangi pengangguran yang terus meningkat dewasa ini. kedua pemimpin negara sepakat tidak hanya dilakukan antara Pertamina dengan Petronas saja, tetapi juga di bidang kelapa sawit untuk kepentingan minyak sawit (CPO) maupun pengembangan sumber energi dari kepala sawit (bio-energy).
Dalam konteks investasi Indonesia akan terus mengembangkan iklim investasi yang lebih baik menyangkut kepastian hukum, kebijakan ekonomi yang lebih kondusif bagi investasi termasuk kebijakan tenaga kerja, sehingga investasi bisa berjalan dengan baik. Di bidang sosial dan kesejahteraan, kedua pemimpin negara juga bersepakat terus menggalang kerjasama khususnya di bidang ketenagakerjaan. kedua negara sepakat untuk melakukan pengelolaan secara lebih baik lagi melalui kebijakan dan langkah-langkah kerjasama di bidang ketenagakerjaan tersebut.
Kerjasama itu sendiri, untuk selanjutnya akan ditindaklanjuti di tingkat menteri dan organisasi-organisasi pemerintahan termasuk diantara kalangan dunia usaha baik swasta maupun milik negara. Kedua belah pihak, menurut dia, telah menunjukkan kesungguhan untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah terbentuk, baik antara dua pemerintahan maupun antara kalangan dunia usaha.
a.      Kerjasama Indonesia dan Singapura
Indonesia dan Singapura sepakat membentuk enam kelompok kerja atauWorking Group guna meningkatkan kerja sama ekonomi di antara kedua negara.
Kesepakatan tersebut dicapai dalam Leaders` Retreat selama tiga jam antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Botanic Garden, Singapura, Senin.
Pada konferensi pers di Hotel Shangrila, Singapura, Senin malam, Presiden Yudhoyono mengatakan, keenam kelompok kerja itu mencakup peningkatan kerjasama di kawasan Batam, Bintan, dan Karimun, untuk peningkatan investasi, peningkatan kerja sama bidang transportasi udara, peningkatan kerjasama pariwisata, kerjasama di bidang tenaga kerja serta kerjasama di bidang bisnis pertanian.“Belajar dari pengalaman masa lalu, kami sepakat kerjasama ke depan setiap saat bisa diukur sekaligus bisa diidentifikasi masalah, hambatan. Oleh karena itu kami sepakat telah dibentuk enam working group yang akan menjalankan kerjasama di bidang ekonomi,” tutur Presiden. Enam kelompok kerja tersebut akan berada di bawah koordinasi Menteri Perekonomian Hatta Radjasa, sedangkan masing-masing kelompok akan diketuai oleh menteri teknis terkait yang akan melapor secara berkala kepada pemimpin negara masing-masing.
Kelompok-kelompok kerja dibentuk guna mencari peluang kerjasama saling menguntungkan itu, menurut Presiden, akan melibatkan daerah karena Singapura tidak hanya berminat berinvestasi di Jakarta tetapi juga ingin berkontribusi pada perkembangan ekonomi di provinsi Indonesia lainnya.
b.      Kerjasama Indonesia dan Thailand
Pemerintah Indonesia dan Thailand sepakat meningkatkan kerja sama di bidang pertanian, terutama alih teknologi informasi dan teknologi, perdagangan, pelatihan, teknik dan penelitian dalam bidang pertanian. Kesepakatan itu dituangkan dalam MoU yang ditandatangi oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Menteri Pertanian dan Koperasi Thailand, Khunying Sudarat Keyuprahan, Jumat siang. Penandatangan yang dilakukan di Ruang Purple di Thai Koo Fah Building (gedung pemerintahan Thailand) di Bangkok, disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Thailand Thaksin Shinawatra. Menurut informasi Departemen Pertanian, bentuk kerja sama yang akan dilaksanakan menurut isi nota kesepahaman itu antara lain menyangkut promosi perdagangan komoditi pertanian; pengelolaan dan perlindungan keragaman hayati pertanian; pengembangan dan penyuluhan pertanian; kerja sama teknik dan peningkatan SDM; serta pengelolaan dan perlindungan lahan-lahan pertanian dan air. Untuk mendukung pencapaian kerja sama, kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Pertanian Bersama (JAWG), yang diketuai oleh seorang pejabat tinggi dari masing-masing negara.
Tugas utama JAWG itu adalah menyampaikan masukan mengenai pengembangan dan perbaikan kerjasama, memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan, serta membuat rekomendasi penanganan permasalahan yang timbul dari pelaksanaan MoU tersebut. MoU yang ditandantangani menteri pertanian Indonesia dan Thailand itu merupakan tindak lanjut dari kesepakatan yang dibuat oleh kedua negara dalam bidang kerjasama ekonomi dan teknik (Agreement on Economic and Technical Cooperation) yang ditandatangani pada 18 Januari 1992 di Bangkok. MoU juga merupakan tindak lanjut dari kesepakatan bidang pertanian (Agreement on Agricultural Cooperation) yang ditandatangani dan diamandemen di Jakarta pada 22 Februari 1984 dan 23 April 1996. Sebelumnya pada Jumat pagi Presiden Yudhoyono dan PM Thaksin melakukan pertemuan empat mata, yang dilanjutkan dengan pertemuan bilateral.
Delegasi yang dipimpin Presiden dalam pertemuan bilateral itu antara lain terdiri dari Menko Perekonomian Boediono, Menlu Hassan Wirajuda, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menneg BUMN Soegiharto, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Ketua Umum Kadin M.S. Hidayat, anggota DPR Ade Nasution dan Tristanti Mitayani, anggota DPD Edwin Kawilarang, serta Dirjen Asia Pasifik dan Afrik-Deplu, Herijanto Soeprapto.
Khusus untuk kerjasama di kawasan Batam, Bintan, dan Karimun, Presiden mengatakan Indonesia bisa mendapatkan nilai tambah dari keberadaan kawasan khusus tersebut karena luas wilayah Singapura tak akan bertambah dengan industrinya semakin maju.
Karena itu, kawasan sekitar Singapura seperti Batam, Bintan, dan Karimun, dapat meraih keuntungan dari kondisi tersebut.
Presiden mengatakan kerjasama erat dengan Singapura juga diharapkan meningkat dalam bidang pariwisata dan transportasi udara, khususnya menjelang kebijakan ASEAN Open Sky pada 2015. Sementara dalam bidang tenaga kerja, Indonesia berharap agar tenaga kerja terampil atau kaum profesional semakin mendapatkan tempat dalam pasar tenaga kerja Singapura. Untuk bidang agribisnis, Presiden menjelaskan, Indonesia sampai saat ini masih sedikit berkontribusi dalam konsumsi sayur mayur dan buah-buahan Singapura. Sebelum 2014, Kepala Negara mengatakan, Indonesia menargetkan menguasai hingga 30 persen pasar sayur mayur dan buah-buahan Singapura. Di luar kelompok kerja bidang ekonomi, Indonesia dan Singapura membentuk satu kelompok kerja lagi untuk koordinasi kerjasama ancaman terorisme di kawasan. “Working Group masalah `combating terorism` ini sudah berjalan dan kita ingin lebih efektif lagi dilakukan,” ujar Presiden. Pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan PM Lee Hsien Loong dilakukan dalam suasana santai yang lepas dari suasana kaku keprotokoleran. Sebelum melakukan pembicaraan bilateral, kedua pemimpin makan siang bersama di sebuah restoran di tengah Botanic Garden yang rimbun.
Presiden menegaskan posisi penting Singapura sebagai mitra ekonomi yang kuat dalam bidang investasi dan perdagangan. Namun selain membahas masalah kerjasama ekonomi dan terorisme, kedua pemimpin tidak membicarakan masalah lain seperti perjanjian ekstradisi dalam pertemuan tersebut. Volume perdagangan Indonesia-Singapura pada 2009 mencapai 25 miliar dolar AS, tertinggi keempat setelah Amerika Serikat, Jepang, dan China. Sedangkan investasi Singapura di Indonesia pada 2009 mencapai 4,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp4,3 triliun.
c.       Hubungan Indonesia dan Vietnam
Hubungan dan ikatan diplomatik Indonesia sudah terjalin selama lima puluh tahun. Keduanya memiliki konsesus bersama untuk sepakat meningkatkan hubungan dan kerja sama di segala bidang, termasuk kerja sama keamanan dan penanggulangan bajak laut di perairan Selat Malaka serta mengungkapkan saling dukung sebagai dewan keamanan tidak tetap PBB.     Hubungan indonesia dan Vietnam utamanya dilandaskan pada aspek kultural dan sosial. Landasan utama hubungan diplomatik kultural Indonesia-dan Vietnam diimplementasikan ke dalam fram sejarah kebudayaan misalnya dengan mlakukan penelitian arkeologi bersama bertajuk ”Kebudayaan Dong Son dan Persebarannya” di masing-masing negara, penelitian reguler bertajuk Consultative Workshop Archeology and Environmental Study on Dong Son Culture” yang mempertemukan peneliti arkeologi dari Vietnam dan Indonesia dengan dihadiri oleh penijau dari negara lain
Namun jika ditilik dari kacamata sejarah dan pergolakan pasca perang dunia II dan perang dingin, maka hubungan diplomatik Indonesia dan Vietnam memiliki akar kuat ketika masing-masing negara dipimpin oleh Soekarno dan Ho Chi Minh yang mana pada saat itu isu-isu seputar komunisme dan pembentukan politik poros-porosan menjadi kajian utama menjalin kerja sama dan membangun ikatan dekat. Indonesia sebagai salah satu aktor penting di ASEAN pada masa pergolakan Vietnam dan Kamboja, menggagasi solusi perdamaian bagi keduanya utamanya menyangkut saran kepada Vietnam untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Kamboja dalam bentuk apapun khususnya bantuan politik maupun militer pada salah satu kubu yang sedang berseteru. Indonesia menggagasi supaya rakyat  Kamboja diberikan kebebasan penuh dan kesempatan untuk memilih pemimpin untuk mengarahkan revolusi Kamboja ke arah yang dikehendaki.
d.      Kerjasama Indonesia dan Kamboja
Setiap negara dalam perjalanan setiap pemerintahannya tentu saja tidak lepas dengan serangkaian pergolakan, baik bersifat intern maupun eksternal. Pergolakan intern kamboja, tercatat pada peristiwa ancaman komunisme kamboja di tahun 1975 di mana banyak yang mengklaim bahwa pergolakan tersebut tidak lepas dari pengaruh negara tetangganya yakni Vietnam dan China. Sedangkan salah satu contoh pergolakan eksternal Kamboja yakni perselisihan dengan Thailand berkaitan dengan candi purba Preah Vihear di perbatasan kedua negara tersebutSepertihalnya Indonesia yang identik dengan negara sumber terorisme, Kamboja juga dikenal berkaitan dengan berbagai permasalahan keamanan dan perbatasan dengan negara tetangganya. Oleh karena itu, ruang lingkup pembahasan permasalahan Kamboja masih sangat luas. Fokus pembahasan memiliki kecenderungan menjadi bias dan terlalu terdispersi.
Persengketaan maupun pergolakan di suatu negara yang berdaulat hakekatnya masih merupakan wewenang internal bebas intervensi asing sampai pada tingkat level tertentu negara bersangkutan secara kognitif menyampaikan inkapabilitasnya. Keberadaan forum kawasan, ASEAN dalam hal ini idealnya adalah berpartisipasi aktif dalam menjaga situasi keamanan.
Sebagai contoh studi kasus untuk mendapatkan pendekatan perspektif permasalahan, yakni sengketa Candi Preah Vihear di perbatasan Kamboja-Thailand. Permasalahan bilateral antara Kamboja-Thailand telah dibawa dalam pertemuan ASEAN guna mengijinkan ASEAN menjadi jembatan supaya tercapai win-win solution. Melalui Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo dan sebagai tanggapan atas surat yang dikirimkan pemerintah Kamboja, yang meminta ASEAN juga ikut campur untuk mendinginkan ketetgangan yang meningkat atara kedua negara bertetangga tersebut. Akan tetapi beberapa perundingan  yang disponsori ASEAN melalui pembicaraan makan siang antarmenteri luar negerinya, mengalami kebuntuan. Sekjen ASEAN, Surin Pitsuwan menyatakan ASEAN tidak bisa mengontrol situasinyaBukankah ini secara implisit mengungkapkan inkapabilitas ASEAN menghadapi permasalahan yang ada, sekaligus seolah mengilustrasikan ASEAN hanya sekedar forum talk shop.
 Singkat kata, perundingan bilateral pun lebih digalakkan supaya tercapai saling pengertian sekaligus saling menahan diri dari benturan-benturan agresifitas militer. Kebuntuan ini bukan tanpa sebab, tetapi karena tidak ada dari salah satu pihak Kamboja maupun Thailand bersedia untuk berkompromi. Bahkan keupusan pengadilan internasional terhadap kepemilikan kuil tersebut jatuh ke tangan Kamboja ditolak oleh Thailand karena status tanahnya belum jelasOleh karena itu, pemerintah Pnom Penh pun kemudian berinisiatif mengirimkan permohonan agar DK PBB campur tangan dalam menjembatani konflik bilateral Kamboja-Thailand
Konflik kedua negara ini merupakan cermin dari inkapabilitas ASEAN yang tidak kompeten dan tidak efektif sebagai fasilitator mediasi supaya terjadinya negosiasi. Hubugan internasional antarkedua negara dan antarnegara di bawah payung ASEAN seolah-olah tidak mencerminkan esensi dari keberadaan ASEAN sebagai forum bersama menciptakan keharmonisan hubungan antaranggotanya. Upaya penyelesaian konflik pun lebih banyak berasal dari inisiatif negara yang sedang bertikai dengan memfokuskan diplomasi bilateral dan multilateral melalui PBB.
e.       Kerjasama Indonesia dan Republik Filipina
Pemerintah Republik Indonesia dan Republik Filipina mencapai kesepakatan kerjasama empat agenda yang menonjol, yakni masalah keamanan, politik, ekonomi, serta pendidikan dan latihan, kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada wartawan di Manila, Selasa malam, tentang hasil kunjungan resminya sejak Senin (20/06).
Dalam masalah keamanan, Yudhoyono menceritakan bahwa dirinya bersama Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo sepakat meningkatkan kerjasama dalam menghadapi kejahatan transnasional, ancaman keamanan non tradisional termasuk terorisme, penyelundupan barang dan jasa, penyelundupan manusia, perdagangan gelap, narkotika, penyanderaan, gerakan terorisme regional.
"Perlu kerjasama yang baik untuk pengawasan, pengamatan, dan pengamanannya, yaitu wilayah timur laut Indonesia, bagian utara dan timur Kalimantan, utara Sulawesi, utara Maluku, dan langsung perbatasan dengan Filipina bagian selatan. Kita menyadari bahwa penyanderaan ataupun kegiatan kejahatan transnasional sangat potensial di wilayah itu," kata Kepala Negara.  Presiden menyebutkan, penyanderaan tiga WNI oleh elemen garis keras di Filipina menunjukkan bahwa wilayah ini rawan. Disepakati kerjasama ini dilakukan lebih konkret.
Dalam kerjasama keamanan, katanya, juga disepakati peningkatan kerjasama kepolisian, intelijen, militer, imigrasi, maupun kepabeanan, dengan saling menukar informasi, komunikasi, dan konsultasi. Yudhoyono mengatakan dalam bulan Oktober 2005 akan ada pembicaraan soal keamanan antara Indonesia dan Filipina yang akan merumuskan peningkatakan kerjasama yang lebih konkret, sehingga kedua negara dapat mengontrol wilayah-wilayah rawan untuk kepentingan bersama.  "Bukan hanya untuk Indonesia dan Filipina saja, tetapi juga dengan Malaysia dan anggota ASEAN lainnya," kata Presiden.
Di bidang ekonomi, pembicaraan dengan Arroyo dan dalam pertemuan dengan pengurus Kadin Filipina serta pertemuan dengan Philippine-Indonesia Business Council disepakati peningkatan kerjasama perdagangan dan investasi kedua negara, Yudhoyono menyebutkan dari pertemuan tersebut dibahas kerjasama energi, karena ada perusahan Filipina yang ingin beli gas alam cair (LNG) dari Indonesia. Selain itu ada peluang kerjasama agrobisnis dan perikanan, serta penerbangan, atau bidang lain yang diminati kedua negara.
Dibahas pula kerjasama pengembangan kawasan bersama Brunei Darussalam, Malaysia, Indonesai, Filipina, yang telah dibicarakan dalam KTT ASEAN di Laos beberapa waktu lalu antara Presiden Yudhoyono, Sulten Hasanal Bolkiah dari Brunei Darussalam, PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, dan Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo. "Saya menyarankan, dan mendapatkan tanggapan positif dari Arroyo agar dunia usaha di empat negara itu lebih sering melaksanakan komunikasi untuk memformulasikan bagaiman konsep pengembangan kawasan dari segi ekonomi yang tentunya bila dapat dirumuskan keempat negara, maka kita akan mempercepat pengembangan kawasan," katanya. Ia menambahkan, apabila sudah ada konsep, program atau agenda yang konkret, maka kewajiban pemerintah memberikan dorongan dan bantuan, agar pengembangan kawasan bersama itu betul-betul dapat terwujud, karena hal itu merupakan bagian kerjasama ekonomi dalam arti yang luas.
Sementara di kerjasama bidang politik, khususnya kerjasama kawasan dan internasional, menurut Yudhoyono, dibahas bersama Arroyo untuk meningkatkan komunikasi dan konsultasi di antara intra ASEAN, ASEAN plus 3 (Australia, India, dan Selandia Baru), serta ASEAN plus dialog dengan negara-negara kawasan di Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina. Selain itu, Yudhoyono dan Arroyo juga membicarakan soal reformasi PBB yang akan dibahas lebih lanjut dalam forum sidang PBB bulan September 2005 di New York, AS.  Sedangkan dalam bidang pendidikan dan latihan, difokuskan pada kerjasama pengembangan balai latihan kerja untuk mempersiapkan tenaga kerja Indonesia (TKI), khususnya tenaga kerja wanita (TKW) agar lebih kompetitif dan mendapatkan perlindungan yang baik selama bekerja di luar negeri.   Presiden dalam kunjungannya ke Filipina antara lain mengunjungi Balai Latihan Kerja TESDA (Technical Education and Skills Development Authority) yang merupakan lembaga untuk mempersiapkan seluruh tenaga kerja Filipina guna siap memasuki lapangan kerja.
Selain itu, Yudhoyono juga menyampaikan terima kasih kepada pemerintah Filipina yang akan membantu sekitar 8.000 warganegara Indonesia yang tidak memiliki dokumen (undocumented) jelas yang tinggal di Filipina Selatan.  Kuasa Usaha Ad Interim di Manila, Sanusi, menyebutkan bahwa dari sekitar 10.400 WNI di Filipina, 8.000 orang di antaranya tidak memiliki dokumen dan mereka tinggal di Filipina Selatan sebagai petani atau nelayan.
Pemerintah Indonesia, katanya, juga berharap Filipina dapat menyelesaikan konflik dengan Front Pembebasan Islam Moro (The Moro Islam Liberation Front) di Mindanao dapat berlangsung secara damai, dengan difasilitasi oleh Indonesia dan Malaysia, sehingga baik untuk semua, baik untuk Filipina, kawasan, dan kemanusiaan.  "Itulah hal-hal penting yang dapat kita capai," kata Yudhoyono mengakhiri penjelasannya.  Presiden dan rombongan dijadwalkan meninggalkan Manila pada Rabu pagi sekitar pukul 09.00 waktu setempat (08.00 WIB) untuk kembali ke tanah air dan langsung menuju Pontianak, Kalimantan Barat, untuk memimpin rapat dengan kepala daerah dan jajaran Muspida setempat hingga hari Kamis (23/06)
f.        Kerjasama Indonesia dan Brunei Darusalam
23 Maret 2010, Jakarta - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menerima kunjungan Wakil Menteri Pertahanan Brunei Darussalam Pehin Datou Singamanteri Kolonel (B) Dato Seri Paduka Hj. Mohammad Yasmin Bin Hj. Umar, Senin Pagi (22/3) di Kantor Kementerian Pertahanan RI, Jakarta. Maksud kunjungannya dalam rangka mempererat dan meningkatkan hubungan kerjasama pertahanan kedua negara khususnya menjajaki kerjasama di bidang industri pertahanan.
Selain melakukan kunjungan ke Menhan RI, Wamenhan Brunei Darussalam juga berencana melakukan kunjungan kedua perusahaan industri pertahanan Indonesia yaitu PT Dirgantara Indonesia dan PT. Pindad di Bandung. Di PT. DI, Wamenhan Brunei Darussalam akan meninjau pesawat milik Brunei Darussalam yang saat ini sedang dalam perawatan. Sedangkan di PT. Pindad, Wamenhan Brunei Darussalam akan melihat Panser APC produksi PT. Pindad.
Wamenhan Brunei Darussalam dalam kunjungan kepada Menhan RI menyampaikan, bahwa rencana kunjungannya ke Industri Pertahanan Indonesia adalah dalam rangka menjajaki dan mendalami lebih lanjut kemungkinan kerjasama Industri pertahanan kedua negara sekaligus mendukung pengaktifan kerjasama industri pertahanan di kawasan ASEAN.
Menanggapai hal tersebut, Menhan RI atas nama pemerintah Indonesia menyampaikan ucapan terimakasih atas perhatian pemerintah Brunei Darussalam terkait kerjasama industri pertahanan. Hal tersebut menurutnya, akan semakin mempererat dan meningkatkan hubungan bilateral kedua negara. Menhan RI lebih lanjut berharap, ada dukungan yang kuat dari Brunei Darussalam sebagai salah satu negara sahabat agar industri pertahanan ini dapat dikembangkan secara bersama-sama.
Terkait perjanjian kerja sama pertahanan kedua Negara atau Defence Coperation Agreement (DCA), Menhan RI menyampaikan bahwa untuk DCA antara Indonesia-Brunei Darussalam saat ini masih dalam proses ratifikasi di parlemen, dan diharapkan dalam waktu dekat akan segera diratifikasi. Menurut Menhan, DCA antara kedua negara sangat penting dalam rangka memperkokoh hubungan kerja sama pertahanan, baik kerja sama di bidang latihan kedua angkatan bersenjata, tukar menukar perwira, kerjasama industri pertahanan, pendidikan maupun kerjasama di bidang lain. Dalam kunjungannya ke Menhan RI tersebut, Wamenhan Brunei Darussalam didampingi Dubes Kerajaan Brunei Darussalam Untuk Indonesia, Dato Paduka Mahmud, Setiausaha Tetap I Kementerian Pertahanan Brunei Darussalam, Dato Paduka Hj. Mustappa Bin Hj. Sirat, dan Atase Pertahanan Brunei Darussalam, Kol. Pangiran Hafiz. Sementara itu, Menhan RI didampingi oleh Wamenhan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Dirjen Strahan Mayjen TNI, Syarifudin Tippe, S.IP, M. Si, Karo Humas Brigjen TNI I Wayan Midhio, M.Phil dan Karo TU Kemhan Laksma TNI Agus Purwoto.
Usai diterima Menhan RI, Wamenhan Brunei Darussalam juga diterima secara khusus oleh Wamenhan RI di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut dibahas lebih detail tentang mekanisme kerjasama industri pertahanan kedua negara dan kerjasama teknis lainnya seperti kerjasama di bidang pendidikan dan kerjasama lainnya di bidang pertahanan.



BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Hubungan dan kerjasama antar bangsa muncul karena tidak meratanya pembagian kekayaan alam dan perkembangan industri di seluruh dunia sehingga terjadi saling ketergantungan antara bangsa dan negara yang berbeda.Karena hubungan dan kerjasama ini terjadi terus menerus, sangatlah penting untuk memelihara dan mengaturnya sehingga bermanfaat dalam pengaturan khusus sehingga tumbuh rasa persahabatan dan saling pengertian antar bangsa di dunia.
Politik luar negeri adalah strategi yang digunakan suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Maka politik luar negeri berhubungan erat dengan kebijakan yang akan dipilih oleh suatu negara. Hal ini terkait dengan politik luar negeri yang diterapkan Indonesia. Kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas aktif tentunya merupakan strategi politik yang diterapkan Indonesia dalam politik global. Agar prinsip bebas aktif ini dapat dioperasionalisasikan dalam politik luar negeri Indonesia maka setiap periode pemerintahan hendaklah menetapkan landasan operasional politik luar negeri Indonesia yang senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan nasional. Perumusan politik luar negeri suatu negara tak terlepas dari kepentingan nasional negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, ketika kepentingan nasional suatu negara terancam, maka politik luar negeri akan dikeluarkan sebagai salah satu upaya dalam mengamankan kepentingan ansional negara yang bersangkutan.
Sengketa internasional adalah suatu perselisihan antara subjek-subjek hukum internasional mengenai fakta, hukum atau politik dimana tuntutan atau pernyataan satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lainnya.
4.2  Saran
Hubungan internasional sangatlah penting bagi suatu Negara, dalam era globalisasi yang sangat kompleks ini tidak ada suatu Negara yang dapat berdiri sendiri. Dengan adanya hubungan internasional, pencapaian tujuan Negara akan lebih mudah dilakukan dan perdamaian dunia akan mudah diciptakan. Realitas menunjukkan bahwa setiap bangsa memiliki kebutuhan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan tidak selalu dapat dipenuhi oleh potensi setiap bangsa. Keadaan yang demikian mendorong untuk saling mengadakan hubungan antar negara.

No comments:

Post a Comment